ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
AN. S DENGAN APENDISITIS
AKUT
DIRUANGAN
CEMPAKA RSUD KABUPATEN MAMUJU
OLEH :
NAMA : LUKMAN
NIM : 012010005
CI LAHAN CI
INSTITUSI
Supratti,
S. ST. M. Kes Ns.
Free Marlin, S. Kep
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES)
ANDINI PERSADA MAMUJU
SUL-BAR
TAHUN AKADEMIK
2013/2014
SI KEPERAWATAN
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDISITIS AKUT
A. Definisi
Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga
abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis
adalah kondisi di mana infeksi terjad di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.
Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh
peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim,
Apendisitis, 2007).
Apendisitis
adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pemanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan
menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya
seperti bagian usus Iainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang
senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007).
Apendisitis
merupakari peradangan pada usus buntu/apendiks (Anonim, Apendisitis, 2007).
B. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni:
1.
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokais
atau segmentais, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis
purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis
fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis
kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
C. Etiologi
Appendikstis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat:
1.
Hiperplasia dan folikel limfoid.
2.
Adanya fekalit dalam lumen appendiks.
3.
Tumor appendiks.
4.
Adanya benda asing seperti cacing askariasis.
5.
Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.
Histilitica.
Menurut
penelitian, epidemlologi menunjukkan keb,asaan makan makanan rendah serat akan
mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut
akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional
appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.
D. Manifestasi Klinik
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari
1.
Mual, muntah
dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah.
2.
Nyeri bisa
secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu
timbul mual dan muntah.
3.
Setelah
beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah.
4.
Jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini
dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.
5.
Demam bisa
mencapai 37,8-38,8° Celsius.
6.
Pada bayi dan
anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua
dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri
tumpulnya tidak terlalu terasa.
7.
Bila usus buntu
pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat.
8.
Infeksi yang
bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
9.
Gejala lain
adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri
E. Tanda dan
Gejala
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik
Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare
tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks
melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah
lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui
pada pemeriksaan rektai Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks
dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot
rektum kanan dapat terjadi.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri,
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan.
Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar; distensi
abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi kilen memburuk.
F. Patofisiotogi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat
disebabkan oleh hiperplasia dan pohkel lympoid merupakan penyebab terbanyak
adanya fekailt dalam lumen appendikAdanya benda asing seperti : cacing,striktur
karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya:
1.
keganasan (Karsinoma Karsinoid).
Obsrtuksi
apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama
mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta
merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan
appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan
sebagal rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang
terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul
gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritonium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa
sakit dikanan bawah, keadaan mi disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila
kemudian aliran arteri terganggu maka timbul dinding apendiks yang telah akut
itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum
usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi
akan timbu suatu masa lokal, keadaan mi disebut sebagai appendisitis abses.
Pada anak —
anak karena omeritum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif Iebih
panjang , dinding apendiks yang Iebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih
kurang, demiklan juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembutub darah,
maka perforasi terjadi Iebih cepat. Bila appendisitis infiltrat mi menyembuh
dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian han maka terjadi appendisitis
kronis (Junaidi; 1982).
G. Komplikasi
1.
Perforasi dengan pembentukan abses
2.
Peritonitis generalisata.
3.
Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
H. Pencegahan
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan rnenurunkan resiko obstuksi dan
peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji,sebab
obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya diet tinggi
serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko.
Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko
terjadinya gangren,perforasi dan peritonitis.
I. Penatalaksanaan
Pada
appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam
waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi
fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang
persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut kanan bawah.
1.
Tindakan pre operatif, meilputi penderita di rawat,
diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien
diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
2.
Tindakan operatif ; appendiktomi.
3.
Tindakan post operatif, satu laporatomi pasca bedah
klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur seama 2 x 30 menit, han
berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, han ketujuh luka
jahitan diangkat, klien pulang.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, Raymond H. Advanced Trauma Life Support Course for
Physicians.
Aru W, Sudoyo, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.5 Jilid 2. Jakarta : InternalPublishing
Aru W, Sudoyo, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.5 Jilid 2. Jakarta : InternalPublishing
Brunner, Suddarth. 2006. Keperawatan MedikalBedah volume 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
Hadi, Sujono. 2002. Gastroentrologi cet 2. Bandung : PT. Alumni
Kidd, Pamela. 2011. Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC.
Krisanty, Paulina. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Newberry, Lorene. 2005. Sheehy’s Manual of Emergency Care ed.6. Oregon : Elsivier Mosby.
Kidd, Pamela. 2011. Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC.
Krisanty, Paulina. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Newberry, Lorene. 2005. Sheehy’s Manual of Emergency Care ed.6. Oregon : Elsivier Mosby.
Smeltzer, Suzanne C. 2001Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.
Jakarta : EGC.
Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal cet.1. Jakarta : Trans Info Media.
Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal cet.1. Jakarta : Trans Info Media.
Wilson, Iorraine dan Sylvia A. Prince. 2006.
Patpfisiologi Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC
B. Airway (Jalan Nafas)
Airway
diatasi terlebih dahulu, selalu ingat bahwa cedera bisa lebih dari satu area
tubuh, dan apapun yang ditemukan, harus memprioritaskan airway dan breathing
terlebih dahulu. Jaw thrust atau chin lift dapat dilakukan atau dapat juga
dipakai naso-pharingeal airway pada pasien yang masih sadar. Bila pasien tidak
sadar dan tidak ada gag reflex dapat dipakai guedel. Kontrol jalan nafas pasien
dengan airway terganggu karena faktor mekanik, atau ada gangguan ventilasi
akibat gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi
endotracheal, baik oral maupun nasal.
C. Breathing (Pernafasan)
Kaji
pernafasan, apakah ventilasi adekuat atau tidak. Berikan oksigen bila pasien
tampak kesulitan untuk bernafas atau terjadi pernafasan yang dangkal dan cepat
(takipnue).
Pemberian oksigen nasal : pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian oksigen nasal 3 L/menit dapat meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri.
Pemberian oksigen nasal : pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian oksigen nasal 3 L/menit dapat meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri.
D. Circulation
Kaji sirkulasi dengan TTV, bila terjadi mual muntah
yang berlebihan sehingga intake cairan kurang, maka penuhi cairan dengan
pemasangan infus.
Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :
1.
Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus
disertai mual dan anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 -
38,5C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
2.
Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda
rangsangan peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan
adanya defans muskuler.
3.
Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan
bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di
sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan.
4.
Survei Primer dan Resusitasi Pada Pasien Apendiksitis
5.
Survei Sekunder Pada Pasien apendisitis
a.
Kaji nyeri
Perhatikan sifat, progrsivitas dan
lokasi nyeri. Biasanya, nyeri yang berlahan-lahan karakteristik untuk
peradangan. Nyeri pada apendisitis adalah termasuk nyeri primer atau nyeri
viseral dimana nyeri yang berasal dari organ itu sendiri artinya dapat
terlokalisir. Nyerinya seperti kram dan gas, nyeri ini makin intens kemudian
berkurang.
b.
Kaji adanya vomitus, anoreksia, nausea.
c.
Kaji adanya diare, karena biasanya diare menyertai
apendisitis.
d.
Kaji adanya demam (pada pasien peradangan intra
abdomen).
e.
Pemeriksaan Fisik
1)
Tidak ditemukan gambaran spesifik.
a)
Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
b)
Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa
atau abses periapendikuler.
c)
Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan.
2)
Palpasi
a)
Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri tekan lepas.
b)
Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale.
3)
Perkusi
a)
pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
4)
Auskultasi
a)
biasanya normal
b)
peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
5)
Rectal Toucher
a)
tonus musculus sfingter ani baik
b)
ampula kolaps
c)
nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
d)
terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
6)
Uji Psoas
Dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri.
7)
Uji Obturator
Digunakan
untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
6. Pemeriksaan
Penunjang
a.
Laboratorium
1)
Pemeriksaan darah
a)
leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut
terutama pada kasus dengan komplikasi.
b)
pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
2)
Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit,
leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti
infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir
sama dengan appendicitis.
b.
Radiologis
1)
Foto polos abdomen.
2)
USG.
3)
Barium enema.
4)
CT-Scan
5)
Laparaskopi
7. Penatalaksanaan
Apendisitis Akut
E. Perawatan Kegawat Daruratan
1.
Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan
tanda-tanda klinis dehidrasi atau septicemia.
2.
Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak
diberikan apapun melalui mulut.
3.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk
kenyamanan pasien.
4.
Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan
tanda-tanda septicemia dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
a.
Antibiotik Pre-Operatif
1)
Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan
keberhasilan dalam menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
2)
Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram
negatif dan anaerob diindikasikan.
3)
Antibiotik preoperative harus diberikan dalam
hubungannya pembedahan.
b.
Tindakan Operasi
1)
Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka tindakan
paling tepat adalah apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik.
Penundaan tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses
atau perforasi.
2)
Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis dan antibiotika.
3)
Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu
diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin
memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.
F. Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri b.d inflamasi pada apendiks.
Tujuan : Nyeri teratasi / hilang.
Kriteria hasil :
a.
klien melaporkan rasa sakit atau nyerinya
berkurang/terkontrol.
b.
ajah tampak rileks.
c.
klien dapat tidur/istirahat dengan cukup.
intervensi
:
a.
kaji nyeri, catat lokasi, karateristik, beratnya
(skala 0-10) selidiki dengan laporan perubahan rasa nyeri dengan tepat.
rasional : untuk menilai keefektifan obat,
kemajuan penyembuhan.
b.
pertahankan istirahat dengan posisi semifowler
rasional : gravitasi melokalisasi eksudat
inflamasi dalam abdomen bawah, menghilangkan tekanan abdomen sehingga
menurunkan nyeri.
c.
anjurkan klien napas dalam, (hirup udara dari hidung
dan keluarkan melalui mulut).
rasional : Napas dalam, otot-otot menjadi
relaksasi sehingga dapat menurunkan nyeri.
d.
berikan aktifitas hiburan.
rasional : meningkatkan relaksasi dan dapat
menurunkan nyeri.
e.
lakukan gate control.
rasional : dengan gate control ransangan nyeri
tidak diteruskan ke hipotalamus.
f.
Pertahankan puasa /penghisapan NGT ada awal, sesuai
program medik.
rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada
peristaltik usus dan iritasi gaster atau muntah.
g.
Berikan analgesik sesuai indikasi.
rasional : Menghilangkan nyeri.
h.
berikan kantong es pada abdomen.
rasional : Menghilangkan atau mengurangi nyeri.
2.
kekurangan volume cairan b.d pemasukan cairan tidak
adekuat (mual,muntah).
Tujuan
: Pemasukan cairan adekuat.
Kriteria
hasil :
a.
cairan dan elektrolit dalam keadaan seimbang.
b.
turgor kulit baik, TTV stabil, membran mukosa lembab.
c.
pengeluaran urine adekuat dan normal.
d.
pengisian kapiler <3 detik.
intervensi :
a.
monitor TTV (suhu, nadi, napas, dan tekanan darah).
rasional : mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler, indikator secara dini tentang adanya hipovolemi.
b.
observasi membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian
kapiler.
rasional : Perubahan dari normal tanda tersebut
indikasi tidak adekuatnya sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
c.
awasi masukan dan keluaran, catat warna urine,
konsentrasi, BJ urine.
rasional : penurunan keluaran urine pekat dengan
peningkatan BJ urine diduga dehidrasi.
d.
berikan cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
rasional : Untuk meminimalkan kehilangan cairan.
e.
jelaskan agar menghindari makanan/buah-buahan yang
meransang mual.
rasional : menghindari adanya pengeluaran cairan
peroral atau muntah.
f.
berikan perawatan mulut dan bibir dengan sering.
rasional : meminimalkan terjadinya luka pada
mukosa mulut, bibir.
g.
berikan cairan IV (intravena) dan elektrolit.
rasional : memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit.
h.
pertahankan penghisapan gaster atau usus.
rasional : untuk dekompensasi usus, meningkatkan
istrirahat usus, mencegah muntah.
i.
lakukan pemeriksaan cairan dan elektrolit.
rasional : mengetahui kondisi jumlah cairan dan
elektrolit tubuh.
3.
Resiko tinggi b.d tidak adekuatnya pertahanan tubuh,
perforasi/ruptur pada apendiks/post operasi
Tujuan : tidak terjadi
infeksi.
Kriteria hasil :
a.
bebas dari tanda-tanda infeksi.
b.
tidak ada drainase purulen.
c.
TTV dalam batas normal.
d.
hasil lab : leukosit dalam batas normal.
intervensi :
a.
monitor tanda-tanda infeksi : perhatikan adanya demam,
perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
rasional : mengidentifikasi adanya peningkatan
suhu sebagai indikator adanya infeksi.
b.
Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan klien.
rasional : Menurunkan resiko terjadinya
kontaminasi mikroorganisme.
c.
Lakukan pencukuran pada area operasi (perut kanan
bawah).
rasional : dengan pencukuran klien terhindar dari
infeksi post operasi.
d.
Anjurkan klien mandi dengan sempurna sebelum operasi.
rasional : Kulit yang bersih dapat mencegah
timbulnya mikroorganisme.
e.
berikan antibiotik sesuai program terapi.
rasional : menyembuhkan infeksi/mencegah
penyebaran infeksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar